Rabu, 12 Mei 2010

kesuburan

I. PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Tanah sebagai media tumbuh tanaman empunyai fungsi menyediakan air, udara dan unsure hara untuk pertumbuhan tanaman, namun demikian, kemampuan tanah menyediakan unsure hara sangat terbatas. Hal ini terbukti dengan pemakaian tanah yang terus menerus secara intensif tanpa penambatan unsure hara mengakibatkan merosotnya produktifitas tanah, menurunkan hasil panen dan rusaknya sifat fisik, kimia, dan biologi tanah (kesuburan tanah).
Kesuburan tanah atau kandungan unsure hara pada lapisan permukaan tanah (top soil) selain dapat terjamin kaena pemupukan, juga karena dalam tanah berlangsung proses-proses pembentukan tanah, yang dalam hal ini sangat berperan factor-faktor iklim, jasad hidup (hewani), bahan-bahan induk lainnya, sehingga segala unsure hara yang terangkut bersama tanaman ketika panen dapat segera diganti atau dipenuhi oleh sejumlah pupuk yang diberikan dan zat-zat hasil pelapukan bahan induk tanah.
Pertumbuhan dan produksi tanaman adalah merupakan fungsi dari semua factor tumbuh tanaman, diantaranya adalah factor genetic, cahaya, air, udara, tunjangan mekanik, dan unsure hara esensial. Pertumbuhan maksimum tanaman hanya mungkin dicapai bila semua factor-faktor tumbuh tersebut berada dalam keadaan optimum. Apabila salah satu dari factor trsebut berada dalam keadaan minimum sudah tentu akan menurunkan keaktifan factor-faktor tumbuh yang lain. Pertumbuhan tanaman juga dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan yang berpengaruh negative terhadap pertumbuhan tanaman, kadar garam yang tinggi dalam tanah dan genangan.
Berdasarkan uraian diatas maka dianggap perlu meaksanakan praktikum kesuburan tanah dengan indicator tanaman jagung untuk melihat gejala yang muncul pada tanaman jagung yang kekurangan salah satu unsure hara.

I.2 Tujuan dan Kegunaan
Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui pengaruh pupuk Nitrogen, Posfor dan Kalium terhadap pertumbuhan tanaman jagung (Zea mays) pada tanah berbagai jenis tanah dan faktor yang mempengaruhinya.
Kegunaan dari praktikum ini adalah sebagi bahan informasi dalam pengelolaan tanah sebagai media tumbuh tanaman melalui tingkat pemupukan.















II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tanah Alfisol
Tanah Alfiols adalah tanah dimana terdapat penimbunan liat dihorison bawah (argilik) dan mempunyai kejenuhan basa (berdasarkan jumlah kation) yang tertinggi yaitu lebih dari 35% pada kedalaman 150 cm dari permukaan tanah. Liat yang tertimbun dari horison bawah ini berasal dari horison diatasnya dan tercuci ke bawah bersama dengan gerakan air (Hardjowigeno, 2003)
Alfisol merupakan tanah yang relatif muda masih banyak mengandung mineral primer yang mudah lapuk, mineral liat kristalin dan kaya unsur hara. Tanah ini mempunyai kejenuhan basa tinggi, KTK dan cadangan unsur hara tinggi. Alfisol merupakan tanah-tanah dimana terdapat penimbunan liat di horison bawah. Liat yang tertimbun di horison bawah ini berasal dari horison diatasnya dan tercuci kebawah bersama gerakan air perkolasi (Foth, 1994)
Alfisol ditemukan banyak di zona iklim, tetapi yang utama adalah di daerah beriklim sedang yang bersifat humid atau subhumid, dengan bahan induk relative muda dan stabil paling sedikit selama beberapa ribu tahun. Oleh karena itu, alfisol adalah tanah yang relative muda, masih banyak mengandung mineral tanah yang mudah lapuk, mineral liat Kristal ini kaya akan unsure hara (Darmawijaya, 1990)
Daya menahan air dan permeabilitas sedang, kepekaan terhadap erosi sedang sampai besar, serta air pada keadaan ini merupakan faktor pembatas secara umum sifat fisiknya sedang sampai baik, sifat kimianya baik, sehingga nilai prokduktivitas tanahnya sedang samapai tinggi. Pada umumnya Alfisols adalah tanah yang sangat produktif. kandungan basa yang sedang sampai yang besar itu umumnya menghasilkan tanaman yang cukup besar (Sarief, 1986)
2.2 Tanah Inceptisol
Beberapa Inceptisol terdapat dalam keseimbangan dengan lingkungan dan tidak akan matang bila lingkungan tidak berubah. Beberapa inceptisol yang lain telah dapat diduga arah perkembangannya apakah ke ultisol, alfisol, atau tanah-tanah yang lain (Hardjowigeno, 2003)
Inceptisol adalah tanah-tanah yang kecuali dapat memilki epipedon okrik dan horizon albik seperti yang dimilki tanah entisol juga mempunyai beberapa sifat penciri lain (misalnya horizon kambik) tetapi belum memenuhi syarat bagi ordo tanah yang lain (Hardjowigeno, 2007)
Salah satu penciri terpenting bagi inceptisol adalah ditemukannya horizon kambik pada kedalaman kurang lebih 100 cm. Apabila horizon kambik tidak ditemukan, tanah dapat diklasifikasikan juga sebagai inceptisol bila mempunyai horizon klasik, petroklasik, duripan (Munir, 1996).

2.3 Tanah Alluvial
Tanah Alluvial meliputi lahan yang dipengaruhi oleh aktivitas sungai atau mengalami banjir, sehingga dapat dianggap masih muda dan belum ada diferinsiasi horizon. Endapan Alluvial yang sudah tua dan menampakkan akibat pengaruh iklim dan vegetasi tidak termasuk Inceptisols, mungkin lebih berkembang. Kebanyakan tanah ini disepanjang aliran sungai merupakan campuran mengandung cukup banyak hara tanaman, sehingga umumnya dianggap tanah subur sejak dulu. Tekstur tanahnya sangat variabel, baik vertikal maupun horizontal, jika banyak mengandung lempung tanahnya sukar diolah dan menghambat drainase tanah (Munir. M, 1996)
Tanah Alluvial proses pembentukannya sangat tergantung dari bahan induk asah tanah itu dan topografinya punya tingkat kesuburan yang bervariasi dari rendah sampai tinggi, tekstur dari sedang hingga kasar, kandungan bahan organic dari rendah hingga tinggi, strukturnya bervariasi, pH tanah berkisar asam hingga alkalis (Indranada, 1995).
Pada tanah Alluvial yang berasosiasi dengan tanah gurun (Desert Soils) rupanya juga mengalami kekurangan unsur Zn dan Fe yang perlu diperbaiki. Jika melihat genesa tanahnya, kurang dipengaruhi iklim dan vegetasi, tetapi yang paling nampak pengaruhnya pada ciri dan sifat tanahnya ialah bahan induk dan topografi akibat waktu terbentuknya yang masih muda. Berdasarkan bahan induknya, maka tanah Alluvial terbagi atas: pasir, lempung, kapur. Memperhatikan cara terbentuknya maka fisiografi untuk terbentuknya tanah ini terbatas pada (a) lembah sungai, (b) dataran pantai, (c) bekas danau. Semuanya mempunyai relief datar atau cekungan datar (Munir, 1996)

2.4 Pupuk Anorganic
2.4.1 Pupuk Nitrogen
Bersama unsur fosfor (P) dan kalium (K), nitogen (N) merupakan unsure hara yang mutlak dibutuhkan oleh tanaman. Bahan tanaman kering mengandung sekitar 2 sampai 4 % N; jauh lebih rendah dari kandungan C yang berkisar 40%. Namun hara N merupakan komponen protein (asam amino) dan khlorofil. Bentuk ion yang diserap oleh tanaman umumnya dalam bentuk NO3- dan NH4+ bagi tanaman padi sawah (Russell, 1973).
Nitrogen merupakan hara esensial yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah yang banyak. Unsur hara ini merupakan konstituen dari protein dan asam nuklet, dan terlibat dalam sintesis dan transfer energi. Dalam kondisi air mencukupi, nitrogen dapat menjadi faktor pembatas utama pertumbuhan tanaman. Nitrogen merupakan unsur hara yang banyak dipasok melalui pemupukan. Aplikasi nitrogen melalui pemupukan mempunyai tujuan untuk meningkatkan hasil dan meningkatkan keuntungan secara ekonomi, akan tetapi kelebihan nitrogen dapat menyebabkan kerugian secara ekonomi baik akibat penurunan kualitas tanaman maupun kerusakan lingkungan, sehingga pemupukan yang akurat diperlukan untuk efisiensi dan agar supaya ramah lingkungan. Dalam sistem pertanian saat ini, tanaman banyak membutuhkan pasokan nitrogen. Banyak hasil penelitian yang menyebutkan bahwa, bahan organik tanah merupakan sumber utama nitrogen,
sehingga bahan organik tanah perlu dikonservasi. Penelitian nitrogen dapat merupakan kajian atas proses tunggal atau dapat pula merupakan kajian atas daur dan hubungan atas beberapa proses daur nitrogen (Anonim 2, 2009)
Nitrogen dapat dikatakan sebagai salah satu unsur hara yang bermuatan. selain sangat mutlak di butuhkan , ia dengan mudah dapat hilang atau menjadi tidak tersedia bagi tanaman. Ketidak tersediaan N dari dalam tanah dapat melalui proses pencucian/terlindi (leaching) NO3-, denitrifikasi NO3-menjadi N2, volatilisasi NH4+ menjadi NH3-, terfiksasi oleh mineral liat ataudikonsumsi oleh mikroorganisme tanah. Sebagaimana yang dikemukakan sebelumnya, bahwa larutan hara yang di dalam tanah bergerak melalui proses difusi dan aliran massa (konveksi). Walaupun mekanismenya berbeda, namun berlangsung secara bersama-ama. Pergerakan N di dalam tanah cukup sulit untuk diamati, karena adanya proses transformasi yang tidak dapat dikendalikan, seperti amonifikasi dan nitrifikasi (Nkurumah, et al. 1989).
Bila dibandingkan dengan NO3-, maka pergerakan NH4+ justru jauh lebih lambat. Keadaan ini dikarena oleh beberapa sebab, antara lain:
a. Ion NH4+ merupakan kation yang dapat teradsorbsi di permukaan koloid tanah, sehingga gerakan difusinya akan lebih kecil dibandingkan NO3- yang senantiasa bebas di larutan tanah (Wild, 1981).
b. Ion NH4+ di tanah sawah yang jenuh air lebih kecil aliran massa yang terjadi, karena aliran (flux) berbanding terbalik dengan kadar air tanah, sebagaimana persamaan kecepatan rata-rata aliran (Hillel, 1980).
Begitu besarnya peranan N bagi tanaman, maka penyediaannya sangat diperhatikan sekali oleh para petani. Surnber N utama tanah adalah dari bahan organik melalui proses mineralisasi NH4+ dan NO3-. Selain itu N dapat juga bersumber dan atmosfir (78 % N melalui curah hujan (8 -10 % N tanah), penambatan (fiksasi) oleh mikroorganisme tanah baik secara sembiosis dengan tanaman maupun hidup bebas. Walaupun sumber ini cukup banyak secara alami, namun untuk memenuhi kebutuhan tanaman maka diberikan secara sengaja dalam bentuk pupuk, seperti Urea, ZA, dan sebagainya maupun dalam bentuk pupuk kandang ataupun pupuk hijau (Sanchez, 1976).
Sumber utama nitrogen di alam adalah N2 atmosfer yang menempati 78% dari volume total udara. Walaupun tersedia melimpah namun N atmosfer ini terdapat dalam bentuk ikatan kovelen rangkap 3 yang bersifat sangat stabil dan inert. Meskipun tanaman dapat menyerap sejumlah N dari atmosphere melalui dedaunan, tetapi sebagian besar kebutuhan tanaman akan nitrogen dipenuhi dari perakaran di dalam tanah yang diperoleh dalam bentuk nitrat dan ammonium. Dibawah kondisi normal, N masuk dalam lingkungan tanah sebagai hasil dari penambatan biologi dan atau decomposisi dari hewan atau residu tanaman. Sebagian besar dari N dalam tanah terdapat dalam bentuk bahan organic, dimana bersifat relative stabil dan tidak tersedia secara langsung untuk tanaman. Oleh karena itu agar dapat diasimilasi oleh tumbuhan tingkat tinggi maka N2 atmosfer harus di transformasikan ke dalam bentuk yang dapat diserap oleh tumbuhan yaitu NH4+ dan NO3-.( B.J. Miflin, 1974)

2.4.1 Pupuk Fospor
Pupuk fosfor (P) dibedakan menjadi tiga golongan berdasar atas kelarutannya, yaitu :
1. Larut dalam asam keras
2. Larut dalam asam sitrat
3. Larut dala air
Pupuk P yang larut dalam asam keras lambat tersedia bagi tanaan, sedangkan yang larut dalam asam sitrat atau air mengandung air mengandung P yang mudah tersedia bagi tanaman. (Hardjowigeno S, 2003)
Fosfor berupa berbagai jenis senyawa logam transisi atau senyawa tanah langka seperti zink sulfida (ZnS) yang ditambah tembaga atau perak, dan zink silikat (Zn2SiO4)yang dicampur dengan mangan. Kegunaan fosfor yang paling umum ialah pada ragaan tabung sinar katoda (CRT) dan lampu fluoresen, sementara fosfor dapat ditemukan pula pada berbagai jenis mainan yang dapat berpendar dalam gelap (glow in the dark). Fosfor pada tabung sinar katoda mulai dibakukan pada sekitar Perang Dunia II dan diberi lambang huruf "P" yang diikuti dengan sebuah angka (Anonim 1; 2009)
Perbedaan utama diantara siklus nitrogen dan fosfor dalam tanah adalah bahwa bentuk tersedia nitrogen ( ammonium dan nitrat) adalah ion-ion relative stabil yahng tetap tersedia untuk digunakan tanaman. H2PO4- sebaliknya bereaksi cepat dengan ion-ion lainnya dalam larutan tanah supaya menjadi tidak begitu mudah larut atau tidak tersedia bagi tanaman. Reaksi dengan kalium, besi dan alumunium umumnya terjadi. Fosfat juga diadsorbsi kuat pada permukaan liat oleh penempatan kembali OH dari liat ( pertukaran ligand) suatu keseimbangan dimantapkan di antara konsentrasi H2PO4- dalam larutan tanah dan bentuk mineral yang tetap. konsentrasi fosfor dalam larutan terutama merupakan suatu fungsi kelarutan bentuk fosfor yang tetap. Pada umumnya, terjadi penurunan kelarutan dan ketersediaan dalam ordo kalsium fosfat, fosfat yang diadsorbsi liat, dan besi serta alumunium fosfat (Foth, 1998).
Bentuk fosfat dominan yang tersedia bagi tanaman adalah H2PO4-.Keberadaan air penting untuk penyerapan fosfor dalam tanah. Di dalam larutan tanah, ion merupakan fungsi pH. Bila pH turun sampai di bawah 5,5, besi dan aluminium yang terlarut meningkat sekali. Hal ini menyebabkan peningkatan fosfor sebagai besi fosfat dan aluminium fosfat. Persediaan fosfor yang terbaik adalah pada kisaran 6 dan 7. Kadar fosfor yang sangat rendah dalam lautan tanah pada suatu saat berarti bahwa pencucian memindahakan sedikit fosfor dari dalam tanah. Pengaruh fosfor yang terlalu sedikit atau terlalu banyak pada pertumbuhan tanaman kurang menyolok dibandingkan dengan pengaruh nitrogen dengan kalium. Tampaknya fosfor lebih mempercepat kedewasaan daripada sebagian besar hara lainnya, karena stimulasi yang berlebihan mendorong kedewasaa yang lebih awal. (Notohadiprawiro; 1999).

Gejala kekurangan unsur P akan menyebabkan,warna hijau daun lebih gelap dari yang normal. Selain itu, daun di bagian bawah sering berwarna keunguan, terutama diantara tulang-tulang daun. Parahnya, di tahap kritis daun akan terlihat rapuh dan mudah layu, seperti tak mempunyai kekuatan untuk berdiri dan akhirnya menghambat pertumbuhan daun baru tanaman (Anonim 2; 2009).
Fosfor di dalam tanah dapat dibedakan dalam dua bentuk yaitu P-organik dan P-anorganik.Kandungannya sangat bervariasi tergantung pada jenis tanah, tetapi pada umumnya rendah , Gambar 20 menunjukkan bagian dunia yang kekuranagn P (Handayanto dan Hairiyah,2007)
Fospor merupakan unsur hara esensial makro yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman. Tanaman memperoleh unsur P seluruhnya berasal dari tanah atau dari pemupukan serta hasil dekomposisi dan mineralisasi bahan organik. Jumlah P total dalam tanah cukup banyak, namun yang tersedia bagi tanaman jumlahnya rendah hanya 0,01 – 0,2 mg/kg tanah (Handayanto dan Hairiyah, 2007).
Fospor yang diserap tanaman tidak direduksi, melainkan berada di dalam senyawa organik dan organik dalam bentuk teroksidasi. Fospor organik banyak terdapat di dalam cairan sel sebagai komponen sistim penyangga tanaman. Dalam bentuk anorganik, P terdapat sebagai fosfolipid yang merupakan komponen membran sitoplasma dan kloroplas. Fitin merupakan simpanan fospat dalam biji, gula fospat merupakan senyawa antara dalam berbagai proses metabolisme tanaman. Nukleoprotein merupakan komponen utama DNA dan RNA inti sel. ATP, ADP dan AMP merupakan senyawa berenergi tinggi untuk metabolisme.
Peranan P pada tanaman penting untuk pertumbuhan sel, pembentukan akar halus dan rambut akar, memperkuat tegakan batang agar tanaman tidak mudah rebah,pembentukan bunga , buah dan biji serta memperkuat daya tahan terhadap penyakit. Tanaman jagung menghisap unsur P dalam bentuk ion sebanyak 17 kg/ha untuk menghasilkan berat basah tanaman4200 kg/ha (Premono,2002).
Kekurangan P pada tanaman akan mengakibatkan berbagai hambatan metabolisme, diantaranya dalam proses sintesis protein, yang menyebabkan terjadinya akumulasi karbohidrat dan ikatan-ikatan nitrogen. Kekurangan P tanaman dapat diamati secaa visual, yaitu daun-daun yang lebih tua akan berwarna kekuningan atau kemerahan karena terbentuknya pigmen antisianin. Pigmen ini terbentuk karena akumulasi gula di dalam daun sebagai akibat terhambatnya sintesa protein. Gejala lain adalah nekrotis atau kematian jaringan pada pinggir atau helai daun diikuti melemahnya batang dan akar terhambat pertumbuhannya.
Kekurangan p dalam tanah menyebabkan :
• Tanaman kerdil
• Daun-daun kecil
• Daun berwarna hijau tua
• Daun tua menunjukkan gejala klorosis dan gugur sebelum waktunya
• Pembentukan bunga dan buah terhambat dan biji kecil
• Pembentukan akar kurang baik dan bintik akar sering tidak terbentuk (Anonim 2; 2009)

2.4.2 Pupuk Kalium
Kalium dibutuhkan oleh tanaman jagung dalam jumlah paling banayak dalam jumlah paling banyak dibanding N dan P. Pada fase pembungaan, akumulasi hara K telah mencapai 60-75% dari kebutuhannya. Jika K kurang, gejalanya sering terlihat sebelum pembungaan yaitu pinggiran dan ujung daun menguning sampai kering. Hal ini terlihat terutama pada daun bawah. Pembentukan tongkol terpengaruh ujung tongkol bagian atas tidak penuh berisi biji tidak melekat secara kuat pada tongkol (Anonim, 2009)
Tanaman menyerap kalium dalam bentuk K+ (umumnya pada tanaman muda). Kalium dijumpai dalam tanah dengan jumlah yang sangat kecil. Berbeda dengan unsur lainnya kalium tidak dijumpai dalam bahan atau bagian tanaman seperti protoplasma, lemak dan glukosa. Kemampuan tanah untuk menyediakan kalium dapat diketahui dari susunan mineral yang terdapat dalam tanah. Namun, umumnya mineral leusit dan biotit yang merupakan sumber langsung dalam kalium bagi tanaman (Soepardi, 1998)
2.5 Tanaman Jagung
2.5.1 Fisiologi dan Klasifikasi Jagung
Berdasarkan hasil penulusuran http://id.wikipedia.org/wiki/Jagung bahwa klasifikasi dan keadadan fisiologi tanaman jagung yaitu :
Klasifikasi tanaman jagung yaitu:
Kingdom : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Kelas : Monocotyledoneae
Ordo : Graminae
Family : Graminaceae
Genus : Zea
Species : Zea mays
Tinggi tanaman jagung sangat bervariasi. Meskipun tanaman jagung umumnya berketinggian antara 1m sampai 3m, ada varietas yang dapat mencapai tinggi 6m. Tinggi tanaman biasa diukur dari permukaan tanah hingga ruas teratas sebelum bunga jantan. Meskipun beberapa varietas dapat menghasilkan anakan (seperti padi), pada umumnya jagung tidak memiliki kemampuan ini. Akar jagung tergolong akar serabut yang dapat mencapai kedalaman 8 m meskipun sebagian besar berada pada kisaran 2 m. Pada tanaman yang sudah cukup dewasa muncul akar adventif dari buku-buku batang bagian bawah yang membantu menyangga tegaknya tanaman (Wikipedia, 2009)
Batang jagung tegak dan mudah terlihat, sebagaimana sorgum dan tebu, namun tidak seperti padi atau gandum. Terdapat mutan yang batangnya tidak tumbuh pesat sehingga tanaman berbentuk roset. Batang beruas-ruas. Ruas terbungkus pelepah daun yang muncul dari buku. Batang jagung cukup kokoh namun tidak banyak mengandung lignin. (wikipedia, 2009)
Daun jagung adalah daun sempurna. Bentuknya memanjang. Antara pelepah dan helai daun terdapat ligula. Tulang daun sejajar dengan ibu tulang daun. Permukaan daun ada yang licin dan ada yang berambut. Stoma pada daun jagung berbentuk halter, yang khas dimiliki familia Poaceae. Setiap stoma dikelilingi sel-sel epidermis berbentuk kipas. Struktur ini berperan penting dalam respon tanaman menanggapi defisit air pada sel-sel daun.(Anonim, 2009)
Jagung memiliki bunga jantan dan bunga betina yang terpisah (diklin) dalam satu tanaman (monoecious). Tiap kuntum bunga memiliki struktur khas bunga dari suku Poaceae, yang disebut floret. Pada jagung, dua floret dibatasi oleh sepasang glumae (tunggal: gluma). Bunga jantan tumbuh di bagian puncak tanaman, berupa karangan bunga (inflorescence). Serbuk sari berwarna kuning dan beraroma khas. Bunga betina tersusun dalam tongkol. Tongkol tumbuh dari buku, di antara batang dan pelepah daun. Pada umumnya, satu tanaman hanya dapat menghasilkan satu tongkol produktif meskipun memiliki sejumlah bunga betina. Beberapa varietas unggul dapat menghasilkan lebih dari satu tongkol produktif, dan disebut sebagai varietas prolifik. Bunga jantan jagung cenderung siap untuk penyerbukan 2-5 hari lebih dini daripada bunga betinanya (protandri). Bunga betina jagung berupa "tongkol" yang terbungkus oleh semacam pelepah dengan "rambut". Rambut jagung sebenarnya adalah tangkai putik.(Anonim,2009)
Biji jagung kaya akan karbohidrat. Sebagian besar berada pada endospermium. Kandungan karbohidrat dapat mencapai 80% dari seluruh bahan kering biji. Karbohidrat dalam bentuk pati umumnya berupa campuran amilosa dan amilopektin. Pada jagung ketan, sebagian besar atau seluruh patinya merupakan amilopektin. Perbedaan ini tidak banyak berpengaruh pada kandungan gizi, tetapi lebih berarti dalam pengolahan sebagai bahan pangan. Jagung manis tidak mampu memproduksi pati sehingga bijinya terasa lebih manis ketika masih muda.(Anonim, 2009)

2.5.2 Syarat Tumbuh Jagung
Tanaman jagung mempunyai kemampuan beradaptasi terhadap tanah, baik jenis tanah lempung berpasir maupun tanah lempung dengan pH tanah 6 -8. Temperatur untuk pertumbuhan optimal jagung antara 24-30 °C. (Anonim,2009)
Tanaman jagung pacta masa pertumbuhan membutuhkan 45-60 cm air. Ketersediaan air dapat ditingkatkan dengan pemberian pupuk buatan yang cutup untuk meningkatkan pertumbuhan akar, kerapatan tanaman serta untuk melindungi dari rumput liar dan serangan hama. (Anonim,2009)
Jagung kebanyakan ditanam di dataran rendah baik di tegalan, sawah tadah hujan, maupun sawah irigasi. Sebahagian terdapat juga di daerah pegunungan pada ketinggian 1000-1800 meter di atas permukaan laut. Tanah-tanah yang dikehendaki adalah gembur dan subur, karena tanaman jagung memerlukan aerasi dan drainase yang baik. Jagung dapat tumbuh dengan baik pada berbagai macam tanah. Tanah lempung berdebu adalah yang paling baik bagi pertumbuhannya. Tanah-tanah berat masih dapat ditanami jagung dengan pengerjaan tanah lebih sering selama pertumbuhannya, sehingga aerase dalam tanah berlangsung dengan baik. Air tanah yang berlebihan dibuang melalui saluran drainase yang dibuatdisekitar barisan jagung. Kemasaman tanah (pH) yang terbaik untuk jagung adalah sekitar 5,5-7. Tanah dengan kemiringan tidak lebih dari 8% masih dapat ditanami jagung dengan arah barisan tegak lurus terhadap miringnya tanah, dengan maksud untuk mencegah erosi yang terjadi pada waktu turun hujan besar. Faktor-faktor iklim yang terpenting adalah jumlah dan pembagian dari sinar matahari dan curah hujan, temperature, kelembaban dan angin. Tempat penanaman jagung harus mendapatkan sinar matahari cukup dan jangan terlindung oleh pohon-pohonan atau bangunan. Bila tidak terdapat penyinaran dari matahari hasilnya akan berkurang. (Djainuddin, 2000).

III. METODELOGI
3.1 Tempat dan Waktu
Praktikum Kesuburan Tanah dilaksanakan di Green House Jurusan Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin, Makassar. Yang berlangsung dari bulan November – Desember 2009.

3.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah cangkul, skop, mistar, timbangan, alat tulis menulis. Sedangkan bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah sampel tanah Alfisols, sampel tanah Alluvial dan sampel tanah Inceptisols, polibag, benih jagung (Zea mays), air, kertas label, pupuk urea, KCl, SP36.

3.3 Metode Praktikum
1. Mengambil tanah Alfisol, Alluvial, dan Inceptisol, pada lapisan top soil kemudian dihaluskan dan di ayak agar didapatkan tanah yang homogen
2. Menyiapkan polibeg kapasitas 5 kg sebanyak 5 buah
3. Mengisi polibeg dengan tanah yang telah dihaluskan tadi sebanyak 5 kg pada masing-masing polibeg kemudian dijenuhkan sebanyak 1X24 jam.
4. Menimbang pupuk nitrogen sebanyak 0,8 gr, pupuk fospor sebanyak 0,2 gr dan pupuk klium sebanyak 0,6 gr.
5. Mencampur pupuk dengan tanah pada polibeg sesuai dengan dosis yang ditentukan.
6. Menyiapkan benih jagung (Zea mays) yang akan ditanam, dengan terlebih dahulu di rendam selama 1X12 jam
7. Menanam benih jagung tersebut sebanyak 2 biji kedalam 1 polibeg
8. Penyiraman dan pemeliharaan dilakukan setiap hari dan penyiangan dilakukan jika ada gulma pengganggu.
9. Melakukan pengukuran tinggi tanaman dan jumlah daun setelah tanaman berumur 2 minggu setiap minggunya selama 4 minggu
10. Sertelah tanaman berumur 4 minggu, dilakukan pemotongan pada pangkal, batang kemudian ditimbang untuk mengetahui berat basahnya.

3.4 Perlakuan
Adapun perlakuan yang diberikan terhadap tanaman pada Tanah Alluvial (tanah maros), Alfisol (tanah exfarm), dan Inceptisol (tanah gowa) :
1. Perlakuan pada tanah Alfisol (tanah exfarm)
• -N-P-K (Kontrol)
• -N+P+K
• +N-P+K
• +N+P-K
2. Perlakuan pada tanah Aluvial (tanah maros)
• -N-P-K (Kontrol)
• -N+P+K
• +N-P+K
• +N+P-K
3. Perlakuan pada tanah Inceptisol (tanah gowa)
• -N-P-K (Kontrol)
• -N+P+K
• +N-P+K
• +N+P-K
• +N+P+K

3.5 Parameter Pengamatan
Parameter pengamatan pada jenis tanah Alfisol, Inceptisol, dan Alluvial yaitu :
• Tinggi Tanaman
• Jumlah Daun
• Berat Tanaman



IV. HASIL PEMBAHASAN
4.1 Hasil
4.1.1 Tinggi Tanaman
Berasarkan hasil pengamatan pada saat praktikum, di peroleh hasil sebagai berikut :

Gambar 1 : Diagram Rata-rata Tinggi Tanaman (cm) Jagung pada Tanah Alfisol, Aluvial, dan Inseptisol dengan masing-masing perlakuan.

4.1.2 Jumlah Daun
Berasarkan hasil pengamatan pada saat praktikum, di peroleh hasil sebagai berikut :

Gambar 2 : Diagram Rata-rata Jumlah Daun (Helai) Jagung pada Tanah Alfisol, Aluvial, dan Inseptisol dengan masing-masing perlakuan.

4.1.3 Berat segar
Berasarkan hasil pengamatan pada saat praktikum, di peroleh hasil sebagai berikut :

Gambar 3 : Diagram Berat Segar (gr) Jagung pada Tanah Alfisol, Aluvial, dan Inseptisol dengan masing-masing perlakuan.


4.2 Pembahasan
4.2.1 Tinggi Tanaman
Berdasarkan hasil pengamatan tinggi tanaman, dari lima perlakuan, rata-rata tinggi tanaman terbesar pada tanah Alfisol (Exfarm) yaitu pada perlakuan -N,-P,-K (Kontrol), dan rata-rata tinggi tanaman terendah yakni pada perlakuan +N,-P,+K. Perlakuan dengan pemberian tanpa pupuk yang menngandung fosfor (P) nilai tinggi rata-rata tanamannya rendah. Hal ini diakibatkan karena tanaman kekurangan unsure fosfor pada tanah yang sangat sedikit tersedia bagi tanaman. Hal ini sesuai dengan pendapat Handayanto dan Hairiyah (2007) yang menyatakan bahwa fospor merupakan unsur hara esensial makro yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman. Tanaman memperoleh unsur P seluruhnya berasal dari tanah atau dari pemupukan serta hasil dekomposisi dan mineralisasi bahan organik. Jumlah P total dalam tanah cukup banyak, namun yang tersedia bagi tanaman jumlahnya rendah hanya 0,01 – 0,2 mg/kg tanah. Sedangkan Pertumbuhan tinggi rata-rata tanaman terbesar terdapat pada perlakuan tanpa pemberian pupuk (control). Hal ini diakibatkan karena ketersediaan unsure-unsur hara esensial yang cukup dan lengkap serta tidak berlebih untuk tanaman. Hal ini sesuai dengan pendapat Subandi dan Ibrahim manwan (1990) yang menyatakan bahwa pertumbuhan tanaman jagung akan lebih cepat apabila unsure hara yang ada di dalam tanah tersedia dalam jumlah yang cukup dan lengkap.
Pada tanah Aluvial diperoleh rata-rata tinggi tanaman jagung tertinggi adalah pada perlakuan pemberian pupuk tanpa pemberian unsure K (+N,+P,-K) hal ini diakibatkan karena mineral yang ada pada tanah alluvial merupakan mineral leusit atau pun biotit. Hal ini didukung oleh pendapat Soepardi (1998) yang menyatakan bahwa Kemampuan tanah untuk menyediakan kalium dapat diketahui dari susunan mineral yang terdapat dalam tanah. Namun, umumnya mineral leusit dan biotit yang merupakan sumber langsung dalam kalium bagi tanaman. Sedangkan tinggi rata-rata tanaman terendah yaitu pada perlakuan pemberian pupuk tanpa unsure P. Hal ini akibat tanaman kekurangan unsure yang sangat dibutuhkan pada saat pertumbuhan tanaman. Hal ini sesuai dengan pendapat Handayanto dan Hairiyah (2007) yang menyatakan bahwa fospor merupakan unsur hara esensial makro yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman. Tanaman memperoleh unsur P seluruhnya berasal dari tanah atau dari pemupukan serta hasil dekomposisi dan mineralisasi bahan organik.
Pada tanah Inceptisol tinggi tanaman rata-rata terbesar yakni pada perlakuan control yaitu tanpa pemberian unsure hara (-N,-P,-K), hal ini diakibatkan karena pada tanah inceptisol ketersediaan unsure-unsur hara esensial yang cukup dan lengkap serta tidak berlebih untuk tanaman. Hal ini sesuai dengan pendapat Subandi dan Ibrahim manwan (1990) yang menyatakan bahwa pertumbuhan tanaman jagung akan lebih cepat apabila unsure hara yang ada di dalam tanah tersedia dalam jumlah yang cukup dan lengkap. Sedangkan tinggi tanaman rata-rata terendah adalah pada perlakuan pemberian pupuk tanpa pemberian unsure P (+N,-P,+K). Hal ini dikarenakan unsure hara esensial khususnya fospor pada tanah sangat sedikit tersedia bagi tanaman sedangkan unsure P sangat dibutuhkan oleh tanaman dalam pertumbuhannya. Hal ini didukung oleh Handayanto dan Hairiyah (2007) yang menyatakan bahwa fospor merupakan unsur hara esensial makro yang
dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman. Jumlah P total dalam tanah cukup banyak, namun yang tersedia bagi tanaman jumlahnya rendah hanya 0,01 – 0,2 mg/kg tanah.

4.2.1 Jumlah Daun
Berdasarkan hasil pengamatan dan perhitungan jumlah daun maka diperoleh hasil yang dilihat dari diagram yaitu jumlah daun yang paling banyak terdapat pada tanah Alfisol yaitu pada perlakuan pemberian pupuk tanpa pemberian unsure K. Sedangkan rata-rata jumlah daun terrendah adalah perlakuan pemberian pupuk tanpa pemberian unsure P. Pada perlakuan pemberian tanpa unsure P jumlah daun sedikit akibat pertumbuhan daun terhambat disebabkan kekurangan unsure P, karena unsure P yang paling berperan. Pada perlakuan tanpa pemberian unsure K jumlah daun banyak karena yang berperan dalam pembentukan daun adalah unsure fospor (P) dan unsure K tidak terlalu berpengaruh. Kedua hal ini didukung oleh pendapat Anonim 2 (2009) yang menyatakan bahwa gejala kekurangan unsur P akan menyebabkan,warna hijau daun lebih gelap dari yang normal. Selain itu, daun di bagian bawah sering berwarna keunguan, terutama diantara tulang-tulang daun. Parahnya, di tahap kritis daun akan terlihat rapuh dan mudah layu, seperti tak mempunyai kekuatan untuk berdiri dan akhirnya menghambat pertumbuhan daun baru tanaman.

Pada Tanah Alluvial rata-rata jumlah daun terbanyak dari akumulasi empat inggu pengamatan yaitu pada perlakuan pemberian pupuk tanpa pemberian unsure K. Hal ini disebabkan karena unsure K kuang berperan dalam pembentukan daun dan ketersediaan kalium pada tanah Alluvial tergantung dari mineral-mineral yang ada di dalamnya. Hal ini diduung oleh pendapat Soepardi (1998) yang menyatakan bahwa Kemampuan tanah untuk menyediakan kalium dapat diketahui dari susunan mineral yang terdapat dalam tanah. Namun, umumnya mineral leusit dan biotit yang merupakan sumber langsung dalam kalium bagi tanaman. Sedangkan perlakuan tanpa pemberian pupuk P jumlah rata-rata daunnya paling kecil hal ini disebabkan karena tanaman kekurangan unsure P sedangkan tanaman sangat membutuhkan unsure fospor pada saat perkembangan genaratif dalam pertumbuhannya. Hal ini didukung oleh Anonim (2009) yang menyatakan bahwa fospor sangat dibutuhkan pada fase-fase generative sehingga pada fase ini unsure fospor sangat dibutuhkan dalam jumlah yang besar guna merangsang pertumbuhan dan perkembangan tanaman.
Sama halnya pada tanah inceptisol yaitu jumlah daun yang paling banyak terdapat yaitu pada perlakuan pemberian pupuk tanpa pemberian unsure K. Ini terjadi akibat kandungan K dalam tanah banyak tersedia bagi tanaman. Kandungan minerak juga mempengaruhi kadar K dalam tanah. Hal ini sesuai dengan pendapat Soepardi (1998) yang menyatakan Berbeda dengan unsur lainnya kalium tidak dijumpai dalam bahan atau bagian tanaman seperti protoplasma, lemak dan glukosa. Kemampuan tanah untuk menyediakan kalium dapat diketahui dari susunan mineral yang terdapat dalam tanah. Namun, umumnya mineral leusit dan biotit yang merupakan sumber langsung dalam kalium bagi tanaman. Sedangkan rata-rata jumlah daun terrendah adalah perlakuan pemberian pupuk tanpa pemberian unsure P. Hal ini terjadi karena kandungan unsure hara P yang tersedia untuk tanaman di dalam tanah sangat sedikit, didukung oleh perlakuan yang tidak member pupuk yang mengandung unsure fospor. Hal inilah yang mengakibatkan jumlah daun kurang. Hal ini sesuai pendapat Handayanto dan Hairiyah (2007) yang menyatakan bahwa fospor merupakan unsur hara esensial makro yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman. Jumlah P total dalam tanah cukup banyak, namun yang tersedia bagi tanaman jumlahnya rendah hanya 0,01 – 0,2 mg/kg tanah. Pemberian pupuk yang kaya unsure fospor akan menambah ketersediaan P dalam tanah bagi tanaman.

4.2.2 Berat segar
Berdasarkan hasil penimbangan yang dilakukan setelah empat minggu pertumbuhan jagung maka dapat dilihat dari diagram yang paling tinggi berat segarnya yaitu pada tanah Alluvial dengan perlakuan penambahan pupuk N, P, dan K dan yang paling rendah pada tanah Inceptisols dengan perlakuan N, P dan tanpa K hal ini dapat juga dihubungkan degan tinggi daun dan jumlah daun pada tanah Alfisol dan perlakuan penambahan pupuk N, P, dan K dengan seimbang, hal ini terjadi karna tanah Alfisols memiliki pH 5,5 – 6,6 yang sesuai dengan syrat tumbuh jagung, hal ini sesuai dengan pendapat Suroto dkk., (1998) yang menyatakan bahwa tanaman jagung membutuhkan tanah yang subur dan gembur karena memerlukan drainase dan aerasi yang baik. Tanaman ini dapat tumbuh baik pada berbagai jenis tanah asalkan dapat pengelolaan yang baik. Tanah dengan tekstur lempung berdebu adalah tanah yang baik untuk pertumbuhan jagung. Tanah yang bertekstur liat masih dapat ditanami jagung bila pengelolaan tanah dikerjakan secara optimal sehingga aerase dan ketersediaan air dalam tanah berada dalam kondisi tersedia bagi tanaman. Tingkat kemasaman (pH) yang baik bagi tanaman ini antara 5,6 – 7,5 dan berkaitan erat dengan ketersediaan unsur hara dalam tanah.













V. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum kesuburan tanah maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Pertumbuhan tinggi tanaman jagung paling baik pada tanah Alfisol dengan perlakuan yang paling efektif adalah pada perlakuan control (-N,-P,-K) dan yang paling rendah tinggi tanamannya pada tanah Inceptisol dengan perlakuan tanpa penambahan pupuk yang mengandung P
2. Jumlah daun paling banyak pada tanah Alfisol dengan perlakuan penambahan pupuk N dan P tanpa K. Dan paling sedikit jumlah daunnya pada tanah Alluvial dengan perlakuan N, K tanpa P.
3. Berat segar yang paling tinggi pada tanah Iceptisol dengan perlakuan tanpa penambahan pupuk (control), sedangkan yang paling rendah berat segarnya pada tanah Alfisol dengan perlakuan pemberian pupuk N dan K tanpa P.
4. Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman jagung yaitu pH tanah, Jenis tanah, unsure hara nitrogen, fosport, dan kalium, dan Iklim.

5.2 Saran
Dalam melakukan pertanaman tanaman perlu dilakukan penambahan pupuk organic dan anorganik agar pertumbuhan tanaman lebih optimal. Dan perlu pemberian kadar pupuk yang tidak berlebih.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, http://id.wikipedia.org/wiki/Jagung Diakses pada tanggal 14-12-2009
Anonim 1 ; www.wikipedia.org diakses pada tanggal 15-12-2009

Anonim2 ; www.spmabanjarbaru.sch.id/index. diakses pada tanggal 15-12-2009

B.J. Miflin, 1974. The location of nitrate reductase and other enzymes related to amino acid biosynthesis in the plastids of roots and leaves. Plant Physiol. 54:550–555.

Darmawijaya, M.Isa. 1990. Klasifikasi Tanah. Gadjah Mada University press, Yogyakarta

Foth, Hendry D.1994. Dasar-Dasar Ilmu Tanah.Edisi keenam.Erlangga.Jakarta.

Handayanto,E dan Hairiyah,K.2007. Biologi Tanah Landasan Pengelolaan Tanah

Hardjowigeno,H.Sarwono 2003. Klasifikasi Tanah dan pedogenesis. Akademik Pressindo. Jakarta

Hardjowigeno, H. Sarwono, 2007. Ilmu Tanah. Akademik Pressindo. Jakarta
Hillel, D. 1980. Fundamentals of Soil Physics. Academica Press.

Indranada, 1995. Kesuburan Tanah. Penerbit pustaka Buana, Bandung

Munir, M.1996. Tanah-tanah Utama di Indonesia. Pustaka Jaya. Jakarta
Nkrumah, M., S.M. Griffith, N. Ahmad, and F.A. Gumbs. 1989. Lysimeter and Field Studies on 15N in a Tropical Soil. Plant and Soil. 114: 3 -12.

Notohadiprawiro. 1999. Tanah dan Lingkungan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Hal 204-205.

Premono.Widyastuti,R. 1992. Pengaruh BPF terhadap Serapan Kation Unsur
Mikro Tanaman Jagung pada Tanah Masam.Bandung

Russel, E. W. 1973. Soil Condition and Plant Growth 10th edition Longman-ELBS, London.

Sanchez, P .A. 1976. Properties and Management of Soils in The Tropics. John Wiley & Sons. New York.

Wild, A. 1981. Mass Flow and Diffusion in D.J. Grreenland and M.H.B. Hayes (eds). The Chemistry of Soil Processes. John Wiley & Sons New York.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar